Hukum Pidana atau yang biasa disebut dengan istilah Pidana berasal dari
kata straf (bahasa belanda) yang terkadang pula disebut dengan istilah hukuman.
Penggunaan istilah Pidana untuk mendefinisikan hukuman dirasa lebih tepat, oleh
karena penggunaan istilah hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari kata
recht (bahasa belanda yang berarti hukum). Untuk itu, dapat dikatakan bahwa
istilah pidana dalam arti sempit adalah berkaitan dengan hukum pidana.
Hukum pidana dapat
dimaknai sebagai suatu hukuman yang dikenakan kepada seseorang sebagai akibat
hukum yang timbul atas perbuatannya yang melanggar ketentuan atau melaksanakan
larangan dalam hukum
pidana. Dalam hukum pidana, larangan disebut sebagai tindak pidana
atau dalam bahasa belanda strafbaar feit.
Dalam
bahasa belanda istilah hukum
pidana disebut
dengan Strafrecht sedangkan
dalam bahasa inggris istilah pidana disebut dengan Criminal Law.
Pembagian Hukum Pidana
Hukum pidana dapat dibagi/dibedakan dari berbagai segi, antara
lain sebagai berikut:
1.
Hukum pidana dalam arti objektif dan hukum pidana dalam arti
subjektif
2.
Hukum pidana materiil dan hukum pidana formil
Menurut van Hattum:
1.
pidana materiil yaitu semua ketentuan dan
peraturan yang menunjukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan
tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat
dipertanggungjawabkan ter-hadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang
bagai-mana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut, disebut juga dengan
hukum pidana yang abstrak.
2.
pidana formil memuat peraturan-peraturan yang
mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus
diberlakukan secara konkrit. Biasanya orang menyebut jenis hukum pidana ini
sebagai hukum acara pidana.
Hukum pidana yang dikodifikasikan (gecodificeerd) dan hukum pidana
yang tidak dikodifikasikan (niet gecodificeerd)
1.
pidana yang dikodifikasikan misalnya adalah:
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, dan
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
2.
pidana yang tidak dikodifikasikan misalnya
berbagai ketentuan pidana yang tersebar di luar KUHP, seperti UU Tindak Pidana
Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi),
UU (drt) No. 7 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi, UU (drt) No. 12 Tahun
1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, UU No. 9 Tahun 1998 tentang
Kemerdekaan Me-nyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, dan peraturan lainnya yang di dalamnya mengandung sanksi berupa pidana.
Hukum pidana bagian umum
(algemene deel) dan hukum pidana bagian khusus (bijzonder deel)
1.
pidana bagian umum ini memuat asas-asas umum
sebagaimana yang diatur di dalam Buku I KUHP yang mengatur tentang Ketentuan
Umum;
2.
pidana bagian khusus itu memuat/mengatur tentang
Kejahatan-kejahatan dan Pelanggaran-pelanggaran, baik yang terkodifikasi maupun
yang tidak terkodifikasi.
Hukum pidana umum (algemeen strafrecht)
dan hukum pidana khusus bijzonder strafrecht)
Van Hattum dalam P.A.F. Lamintang menyebutkan bahwa hukum pidana
umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan
bagi setiap orang (umum), sedangkan hukum pidana khusus adalah hukum pidana
yang dengan sengaja telah dibentuk untuk diberlakukan bagi orang-orang tertentu
saja misalnya bagi anggota Angkatan Besenjata, ataupun merupakan hukum pidana
yang mengatur tindak pidana tertentu saja misalnya tindak pidana fiskal.
Hukum pidana tertulis dan hukum
pidana tidak tertulis
Hukum adat yang beraneka ragam di Indonesia masih diakui berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila. Hukum adat Dasar-Dasar Hukum
Pidana pada umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum adat
kebiasaan (gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana. Ini
resminya menurut Pasal 1 KUHP, tetapi sekiranya di desa-desa daerah pedalaman
di Indonesia ada sisa-sisa dari peraturan kepidanaan yang berdasar atas
kebiasaan dan yang secara konkrit, mungkin sekali hal ini berpengaruh dalam
menafsirkan pasal-pasal dari KUHP.
Berpedoman pada Pasal 5 ayat 3 b Undang-undang No. 1 Drt Tahun
1951, ternyata masih dibuka jalan untuk memberlakukan delik adat, walaupun
dalam arti yang terbatas. Contohnya adalah: Putusan pengadilan Negeri Poso
tanggal 10 Juni 1971, Nomor: 14/Pid/1971 tentang tindak pidana adat
Persetubuhan di luar kawin. Duduk perkara pada garis besarnya ialah, bahwa
terdakwa dalam tahun 1969-1970 di kampung Lawanga kecamatan Poso kota secara
berturut-turut telah melakukan persetubuhan di luar kawin dengan E yang
akhirnya menyebabkan E tersebut hamil dan melahirkan anak. Tertuduh telah
dinyatakan bersalah mela-kukan delik kesusilaan berdasarkan pasal 5 ayat 3 b
Undang-undang No. 1 Drt Tahun 1951 jo. Pasal 284 KUHP.
Dengan demikian sistim hukum pidana di Indonesia mengenal adanya
hukum pidana tertulis sebagai diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan tetapi
dengan tidak mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis
sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam masyarakat yaitu
yang berupa hukum adat.
Hukum pidana umum (algemeen
strafrecht) dan hukum pidana lokal (plaatselijk strafrecht)
Hukum pidana umum atau hukum pidana biasa ini juga disebut sebagai
hukum pidana nasional. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh
Pemerintah Negara Pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat
melanggar larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara. Sedangkan
hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh Pemerintah Daerah yang
berlaku bagi subjek hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum
pidana di dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Hukum pidana lokal
dapat dijumpai di dalam Peraturan Daerah baik tingkat Propinsi, Kabupaten
maupun Pemerintahan Kota.
Penjatuhan hukuman seperti yang diancamkan terhadap setiap
pelanggar dalam peraturan daerah itu secara mutlak harus dilakukan oleh pengadilan.
Dalam melakukan penahanan, pemeriksaan dan penyitaan pemerintah daerah berikut
alat-alat kekuasaannya terikat kepada ketentuan yang diatur di dalam UU No. 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Selain itu atas dasar wilayah berlakunya hukum, hukum pidana masih
juga dapat dibedakan antara hukum pidana nasional dan pidana internasional
(hukum pidana supranasional). Hukum pidana internasional adalah hukum pidana
yang dibuat, diakui dan diberlakukan oleh banyak atau semua negara di dunia
yang didasarkan pada suatu konvensi internasional, berlaku dan menjadi hukum
bangsa-bangsa yang harus diakui dan diberlakukan oleh bangsa-bangsa di dunia,
seperti:
1.
Hukum pidana internasional yang bersumber pada
Persetujuan London (8-8-1945) yang menjadi dasar bagi Mahkamah Militer
Internasional di Neurenberg untuk mengadili penjahat-penjahat perang Jerman
dalam perang dunia kedua;
2.
Konvensi Palang Merah 1949 yang berisi antara
lain mengenai korban perang yang luka dan sakit di darat dan di laut, tawanan
perang, penduduk sipil dalam peperangan.
Sumber:
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.
Kitab Undang-Undang
Hukum (KUH) Perdata:
Yang dimaksud dengan
hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah
di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata
barat (Belanda)
yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan
Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU
Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata
Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No.
23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah Indonesia
Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata Hindia
Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru
berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum
perdata Indonesia.
KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
1.
Buku 1 tentang Orang / Van Personnenrecht
2.
Buku 2 tentang Benda
3.
Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht
4.
Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /
Verjaring en Bewijs
Sumber:
Pendapat:
Berdasarkan teori dari hukum pidana dan perdata diatas maka dapat disimpulkan perbedaan antara keduanya yaitu pada hukum pidana hukuman yang dikenakan kepada seseorang yang melanggar ketentuan atau melaksanakan larangan dalam hukum pidana. Sedangkan hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar