Undang Undang No. 5 Tahun 1984
Tentang : Perindustrian
Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : 5 TAHUN 1984 (5/1984)
Tanggal : 29 JUNI 1984 (JAKARTA)
Sumber : LN 1984/22; TLN NO. 3274
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. bahwa
tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakekat Pembangunan Nasional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan
Nasional adalah Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang
ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang
yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang
didukung oleh kekuatan dan kemampuan
pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak
bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang
ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan
dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat
secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh
sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan
untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri
secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang
secara menyeluruh mampu melandasinya,
perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian;Mengingat
:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat
(2), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik
(Lembaran
Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Nomor
2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23,
Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara
Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974
Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Tahun 1982
Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaran
Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor
3234);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan
yang bertalian
dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah
bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang
jadi menjadi
barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk
kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama
kegiatan industri,
yakni kelompok industri hulu atau juga disebut
kelompok industri
dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri
kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok
industri yang
mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri
yang mempunyai
ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat
akhir dalam proses
produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan
yang bersangkutan
dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di
bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari
sumber daya
alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk
dimanfaatkan
lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang
diolah atau tidak
diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana
produksi dalam
industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau
bahan baku yang
telah mengalami satu atau beberapa tahap proses
industri yang dapat
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri yang
sudah siap pakai untuk
konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat
produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada proses
pengolahan yang
diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang
tepat dan berguna
bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri
yang berhubungan
dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara
keseluruhan atau
bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri
yang berhubungan
dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan
pabrik dan
peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan
terhadap hasil produksi
industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran,
komposisi,
mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut
cara mengolah, cara
menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan
penerapan dari
standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan
pengaturan dalam arti
seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 2
Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada
kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan
kelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 3
Pembangunan industri bertujuan untuk :
1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara adil dan
merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam,
dan/atau
hasil budidaya serta dengan memperhatikan
keseimbangan dan
kelestarian lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap,
mengubah
struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju,
sehat, dan lebih
seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang
lebih kuat dan
lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya,
serta
memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri
pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta
mendorong
terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan
kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan
kemampuan golongan
ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan
secara aktif dalam
pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan
kesempatan
berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi
industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan
ekspor hasil
produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan
devisa
melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam
negeri, guna
mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri
yang menunjang
pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan
Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang
dinamis dalam
rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI
Pasal 4
(1) Cabang industri yang penting dan strategis bagi
negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang
masuk dalam
kelompok industri kecil, termasuk industri yang
menggunakan
ketrampilan tradisional dan industri penghasil benda
seni, yang dapat
diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang
khusus dicadangkan
bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh
masyarakat
pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat
(2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik
modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN,
DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Pasal 7
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan
terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik,
secara sehat dan
berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta
mencegah
persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh
satu kelompok
atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat.
Pasal 8
Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang
usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah
untuk memperkokoh
struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan
industri.
Pasal 9
Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri
dilakukan dengan
memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri
dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan
mempergunakan proses industri dan teknologi yang
tepat guna untuk
dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan dan
kekuatan
sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan
industri dan
pencegahan persaingan yang tidak jujur antara
perusahaanperusahaan
yang melakukan kegiatan industri, agar dapat
dihindarkan
pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok
atau
perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan
masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri
terhadap
kegiatankegiatan industri dan perdagangan luar negeri
yang
bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya
serta
kepentingan perkembangan industri dalam negeri pada
khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran
terhadap
lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap
keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam.
Pasal 10
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi:
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri
untuk meningkatkan
nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi
pertumbuhan
produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan
sektor-sektor bidang
ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah
serta
sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi
nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran
serta, dan swadaya
masyarakat.
Pasal 11
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri
dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling
menguntungkan, dan
mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja
sama tersebut.
Pasal 12
Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri
dan jenis-jenis
industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat
memberikan kemudahan
dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI
Pasal 13
(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun
setiap
perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan
pengaturan, pembinaan,
dan pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat
dikecualikan bagi
jenis industri tertentu dalam kelompok industri
kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan
Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan
informal
industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil
produksinya
kepada Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal industri
dapat dikecualikan
bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri
kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara
penyampaian informal
industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang
diperolehnya berdasarkan
Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib
melaksanakan upaya
yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses
serta hasil
produksinya termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan
dan
penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang
menyangkut
keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil
produksi industri
tennasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian
yang
menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses
serta hasil
produksi industri termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan
pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI,
RANCANG BANGUN DAN PEREKAYASAAN INDUSTRI,
DAN STANDARDISASI
Pasal 16
(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang
usaha industri,
perusahaan industri menggunakan dan menciptakan
teknologi industri
yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang
tersedia dan
telah dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang
diperlukan tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah
membantu
pemilihan perangkat teknologi industri dari luar
negeri yang diperlukan
dan mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari
luar negeri yang
bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan
industri di dalam
negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 17
Desain produk industri mendapat perlindungan hukum
yang ketentuanketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang
bangun dan
perekayasaan industri.
Pasal 19
Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan
barang hasil industri
dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri
serta untuk mencapai
daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI
Pasal 20
(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah-wilayah pusat
pertumbuhan
industri serta lokasi bagi pembangunan industri
sesuai dengan
tujuannya dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER
DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 21
(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya
keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam serta pencegahan
timbulnya kerusakan
dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
kegiatan industri
yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan
berupa
bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan
pencegahan
kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap
lingkungan
hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam
kelompok industri
kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI
Pasal 22
Penyerahan kewenangan tentang pengaturan, pembinaan,
dan
pengembangan terhadap industri, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 23
Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai
bidang usaha
industri tertentu dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata,
dinamis, dan
bertanggung jawab, dilakukan dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan
yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
13 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara
selama-lamanya 5
(lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua
puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan
pencabutan Izin
Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan
perbuatan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1)
dan Pasal 14 ayat (1) dipidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu)
tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,-
(satu juta
rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.
Pasal 25
Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan
peniruan desain produk
industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
dipidana penjara selamalamanya
2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp
10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah).
Pasal 26
Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19,
dipidana penjara
selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp
25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan
hukuman tambahan
dicabut Izin Usaha Industrinya.
Pasal 27
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan
yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
21 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 10
(sepuluh) tahun
dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 100.000.000,-
(seratus juta
rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan
perbuatan yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1)
dipidana kuruangan selama-lamanya 1 (satu) tahun
dan/atau denda
sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).
Pasal 28
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1), Pasal
25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2), dan
Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan
perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku
selama belum
ditetapkan penggantinya berdasarkan Undang-Undang
ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementeringsordonnantie
1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan tidak
berlaku lagi
bagi industri.
Pasal 31
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang
ini diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984 TENTANG PERINDUSTRIAN
I. UMUM
Garis-Garis Besar Haluan Negara menegaskan bahwa
sasaran utama
pembangunan jangka panjang adalah terciptanya
landasan yang kuat bagi
bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri
menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai
dalam pembangunan
jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara
pertanian dan
industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi
Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal
dari luar pertanian akan
merupakan bagian yang semakin besar dan industri
menjadi tulang
punggung ekonomi.
Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus
menjamin
pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat
sesuai dengan rasa
keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial
sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan produksi,
melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang
pemisah antara yang
kaya dan yang miskin,
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka
panjang di bidang
ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki
peranan yang
sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut,
pembangunan industri
bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan
pertumbuhannya
dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya
struktur ekonomi
yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula
makin mampu
memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian
proses produksi
industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
sehingga mengurangi
ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor
hasil-hasil industri itu
sendiri.
Untuk mewujudkan sasaran di atas, diperlukan
perangkat hukum yang
secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan,
pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan
dan seluruh kegiatan
industri.
Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang
Perindustrian ini
disusun.
Masalah ini menjadi semakin terasa penting, terutama
apabila dikaitkan
dengan kenyataan yang ada hingga saat ini bahwa
peraturan-peraturan yang
digunakan bagi pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri selama
ini dirasakan kurang mencukupi kebutuhan karena hanya
mengatur beberapa
segi tertentu saja dalam tatanan dan kegiatan
industri, dan itupun seringkali
tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Apabila Undang-Undang ini dimaksudkan untuk
memberikan landasan hukum
yang kokoh dalam upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam
arti yang seluas-luasnya, tidaklah hal ini perlu
diartikan bahwa UndangUndang
ini akan memberikan kemungkinan terhadap penguasaan
yang
bersifat mutlak atas setiap cabang industri oleh
Negara.
Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan
Negara telah
secara jelas dan tegas menunjukkan bahwa dalam
kegiatan ekonomi,
termasuk industri, harus dihindarkan timbulnya
"etatisme" dan sistem "free
fight liberalism".
Sebaliknya melalui Undang-Undang ini upaya
pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri diberi arah kemana dan
bagaimana pembangunan
industri ini harus dilakukan, dengan sebesar mungkin
memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berperan secara
aktif.
Dalam hal ini, Undang-Undang ini secara tegas
menyatakan bahwa
pembangunan industri ini harus dilandaskan pada
demokrasi ekonomi.
Dengan landasan ini, kegiatan usaha industri pada
hakekatnya terbuka untuk
diusahakan masyarakat.
Bahwa Undang-Undang ini menentukan cabang-cabang
industri yang penting
dan strategis bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai
oleh negara, hal ini sebenarnya memang menjadi salah
satu sendi daripada
demokrasi ekonomi itu sendiri.
Begitu pula penetapan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok
industri kecil, termasuk industri yang menggunakan
ketrampilan tradisional
dan industri penghasil benda seni dapat diusahakan
hanya oleh Warga
Negara Republik Indonesia.
Dengan landasan ini, upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan
yang dilakukan Pemerintah diarahkan untuk menciptakan
iklim usaha
industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini,
bidang usaha industri
yang besar dan kuat membina serta membimbing yang
kecil dan lemah agar
dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan
iklim usaha industri
yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan
dapat memberikan
rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan
kerja yang luas.
Dengan upaya-upaya dan dengan terciptanya iklim usaha
sebagai di atas,
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan
dan kekuatan
sendiri dalam membangun industri akan semakin tumbuh
dengan kuat pula.
Dalam hubungan ini, adalah penting untuk tetap
diperhatikan bahwa
bagaimanapun besarnya keinginan yang dikandung dalam
usaha untuk
membangun industri ini, tetapi Undang-Undang inipun
juga memerintahkan
terwujudnya keselarasan dan keseimbangan antara usaha
pembangunan itu
sendiri dengan lingkungan hidup manusia dan
masyarakat Indonesia.
Kemakmuran, betapapun bukanlah satu-satunya tujuan
yang ingin dicapai
pembangunan industri ini.
Upaya apapun yang dilakukan dalam kegiatan
pembangunan tersebut, tidak
terlepas dari tujuan pembangunan nasional, yaitu
pembangunan untuk
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara
kesatuan Republik
Indonesia, serta tidak terlepas dari arah pembangunan
jangka panjang yaitu
pembangunan yang dilaksanakan di dalam rangka
pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa
upaya dan kegiatan
apapun yang dilakukan dalam rangka pembangunan
industri ini, tetap harus
memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara
tidak boros agar tidak
merusak tata lingkungan hidup.
Dengan demikian maka masyarakat industri yang
dibangun harus tetap
menjamin terwujudnya masyarakat Indonesia yang
berkepribadian, maju,
sejahtera, adil dan lestari berdasarkan Pancasila.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1 sampai angka 18
Cukup jelas.
Pasal 2
Seperti telah diutarakan dalam penjelasan umum,
pembangunan industri
dilandaskan pada :
a. demokrasi ekonomi, yaitu bahwa pelaksanaan
pembangunan industri
dilakukan dengan sebesar mungkin mengikutsertakan dan
meningkatkan peran serta aktif masyarakat secara
merata, baik dalam
bentuk usaha swasta maupun koperasi serta dengan
menghindarkan
sistem "free fight liberalism", sistem
"etatisme", dan pemusatan
kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk
monopoli yang
merugikan masyarakat;
b. kepercayaan pada diri sendiri, yaitu bahwa segala
usaha dan kegiatan
dalam pembangunan industri harus berlandaskan dan
sekaligus
mampu membangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan
sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa;
c. manfaat, yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan
industri dan hasilhasilnya
harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarya bagi
kemanusiaan
dan peningkatan kesejahteraan rakyat;
d. kelestarian lingkungan hidup, yaitu bahwa
pelaksanaan pembangunan
industri tetap harus dilakukan dengan memperhatikan
keseimbangan
dan kelestarian dari lingkungan hidup dan sumber daya
alam;
e. pembangunan bangsa harus berwatak demokrasi
ekonomi serta
memberi wujud yang makin nyata terhadap demokrasi
ekonomi itu
sendiri.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cabang-cabang industri tertentu mengemban peranan
yang sangat
penting dan strategis bagi negara, dan yang menguasai
hajat hidup
orang banyak antara lain karena :
a. memenuhi kebutuhan yang sangat pokok bagi
kesejahteraan
rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak;
b. mengolah suatu bahan mentah strategis
c. dan/atau berkaitan langsung dengan kepentingan
pertahanan
serta keamanan negara.
Yang dimaksud dengan dikuasai oleh negara tidaklah
selalu
berarti bahwa cabang-cabang industri dimaksud harus
dimiliki oleh
negara, melainkan Pemerintah mempunyai kewenangan
untuk
mengatur produksi dari cabang-cabang industri
dimaksud dalam
rangka memelihara kemantapan stabilitas ekonomi
nasional serta
ketahanan nasional.
Sehubungan dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka
cabang-cabang industri tersebut dapat ditetapkan
untuk dimiliki
ataupun dikuasai oleh Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Kelompok industri kecil, termasuk yang menggunakan
proses modern,
yang menggunakan ketrampilan tradisional, dan yang menghasilkan
benda-benda seni seperti industri kerajinan, yang
kesemuanya
tersebar di seluruh wilayah Indonesia, pada umumnya
diusahakan oleh
rakyat Indonesia dari golongan ekonomi lemah. Oleh
sebab itu industri
ini dapat diusahakan hanya oleh Warga Negara Republik
Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Pemerintah menetapkan kebijaksanaan untuk membuka
lapangan bagi
investasi baru atau perluasan bidang usaha industri
yang telah ada, baik bagi
penanaman modal dalam negeri maupun modal asing
dengan pertimbangan
bahwa produksi yang dihasilkannya sangat diperlukan.
Pasal 7
Melalui pengaturan, pembinaan, dan pengembangan,
Pemerintah mencegah
penanaman modal yang boros serta timbulnya persaingan
yang tidak jujur
dan curang dalam kegiatan bidang usaha industri, dan
sebaliknya
mengembangkan iklim persaingan yang baik dan sehat.
Melalui pengaturan,
pembinaan dan pengembangan, Pemerintah mencegah
pemusatan dan
penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan dalam bentuk
monopoli yang merugikan masyarakat.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan
bidang usaha industri dalam Pasal ini adalah upaya
yang dilakukan secara
terus menerus dan berkesinambungan dalam arti yang
seluas- luasnya
terhadap kegiatan industri. Tugas dan tanggung jawab
untuk menciptakan
iklim dan suasana yang menguntungkan bagi pertumbuhan
dan
pengembangan bidang usaha industri ini, pada dasarnya
berada pada
Pemerintah.
Oleh karenanya, adalah wajar bilamana upaya pembinaan
dan
pengembangan, dilakukan oleh Pemerintah melalui
kegiatan pengaturan
yang kewenangannya berada di tangan Pemerintah pula.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengaturan, pembinaan
dan
pengembangan bidang usaha industri yang dilakukan
oleh Pemerintah
dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang
ini, dilakukan
secara seimbang, terpadu dan terarah untuk
memperkokoh struktur industri
nasional pada setiap tahap perkembangan industri.
Pasal 9
Angka 1
Untuk mewujudkan perubahan struktur perekonomian
secara
fundamental, perlu dikerahkan dan dimanfaatkan
seoptimal mungkin
seluruh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
tersedia.
Bersamaan dengan itu, tujuan untuk meningkatkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui industri
ini menuntut
pula dilaksanakan nya penyebaran dan pemerataan
pembangunan dan
pengembangan industri di seluruh Indonesia sesuai
dengan ciri dan
sumber daya alam dan manusia yang terdapat di
masing-masing
daerah.
Demikian pula perlu ditingkatkan pembangunan daerah
dan
pedesaan yang disertai dengan pembinaan dan
pengembangan serta
peran serta dan kemampuan penduduk. Penerapan
teknologi yang
tepat guna, baik yang merupakan hasil pengembangan di
dalam
negeri maupun yang merupakan hasil-pengalihan dari
luar negeri,
merupakan usaha agar dengan sumber daya manusia yang
tersedia
dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari
sumber daya
alam yang dimiliki bangsa Indonesia untuk kemakmuran
seluruh
rakyat.
Angka 2
Untuk terciptanya iklim yang menguntungkan dan
perkembangan
industri secara sehat, serasi, dan mantap, Pemerintah
melakukan
pengaturan, dan pembinaan secara menyeluruh dan
terarah untuk
mencegah persaingan yang tidak jujur antara
perusahaan-perusahaan
yang melakukan kegiatan industri; agar dapat
dihindarkan pemusatan
atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau
perorangan dalam
bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
Dalam rangkaian kegiatan ini, diperlukan berbagai
sarana
penunjang dan kebijaksanaan seperti :
- informasi industri yang lengkap dan berlanjut;
- kebijaksanaan perizinan yang diarahkan untuk
mengembangkan
kegiatan industri;
- kebijaksanaan perlindungan industri melalui
pembinaan serta
pengutamaan produksi dalam negeri;
- kebijaksanaan yang merangsang ekspor hasil
industri;
- kebijaksanaan perbankan dan pasar modal yang
mendukung
perkembangan industri.
Angka 3
Industri dalam negeri diarahkan untuk secepatnya
mampu membina
dirinya agar memiliki daya guna kerja serta
produktivitas yang tinggi,
sehingga hasil produksinya mampu bersaing dengan
barang- barang
impor di pasaran dalam negeri, dan di pasaran
internasional.
Untuk itu, dalam tahap pertumbuhannya Pemerintah
dalam
batas-batas yang wajar dapat memberikan perlindungan
kepada
industri dalam negeri.
Di lain pihak, perlindungan yang diberikan itu harus
tetap
menjamin agar konsumen dalam negeri juga tidak
dirugikan.
Angka 4
Dalam pelaksanaan pembangunan, sumber-sumber alam
harus
digunakan secara rasional. Penggalian sumber daya
alam tersebut
harus diusahakan agar tidak merusak tata lingkungan
hidup,
dilaksanakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dan
dengan
memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan datang.
Pasal 10
Dalam rangka usaha memperbesar nilai tambah
sebanyak-banyaknya, maka
pembangunan industri harus dilaksanakan dengan
mengembangkan
keterkaitan yang berantai ke segala jurusan secara
seluas-luasnya yang
saling menguntungkan :
a. keterkaitan antara kelompok industri hulu/dasar,
kelompok industri
hilir dan kelompok industri kecil;
b. keterkaitan antara industri besar, menengah, dan
kecil dalam ukuran
besarnya investasi;
c. keterkaitan antara berbagai cabang dan/atau jenis
industri;
d. keterkaitan antara industri dengan sektor-sektor
ekonomi lainnya.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan pembinaan perusahaan industri
dalam Pasal ini
adalah pembinaan kerja sama antara industri kecil,
industri menengah dan
industri besar yang perlu dikembangkan sebagai sistem
kerja sama dan
keterkaitan seperti pengsubkontrakan pada umumnya,
sistem bapak angkat,
dan sebagainya.
Dengan pengembangan sistem ini maka kerja sama di
antara
perusahaan industri besar, menengah, dan kecil dapat
berlangsung dalam
iklim yang positif dan konstruktif, dalam arti
bersifat saling membutuhkan
dan saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Dalam melakukan pembinaan kerja sama antara
perusahaan industri
Pemerintah memanfaatkan peranan koperasi, Kamar
Dagang dan Industri
Indonesia, serta asosiasi/federasi
perusahaan-perusahaan industri sebagai
wadah untuk meningkatkan pengembangan bidang usaha
industri.
Pasal 12
Yang dimaksud dengan kemudahan dan/atau perlindungan
yang diberikan
oleh Pemerintah untuk mendorong pengembangan cabang
industri dan jenis
industri adalah antara lain dalam bidang perpajakan,
permodalan dan
perbankan, bea masuk dan cukai, sertifikat ekspor dan
lain sebagainya.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengecualian untuk mempunyai Izin Usaha Industri ini
ditujukan
terhadap jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil yang
karena sifat usahanya serta investasinya kecil lebih
merupakan mata
pencaharian dari golongan masyarakat berpenghasilan
rendah seperti
usaha industri rumah tangga dan industri kerajinan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan informasi industri dalam Pasal
ini adalah data
statistik perusahaan industri yang nyata, benar dan
lengkap yang
diperlukan bagi dasar pengaturan, pembinaan dan
pengembangan
bidang usaha industri seperti yang dimaksud dalam
Pasal 8.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam rangka pembinaan berupa bimbingan dan
penyuluhan,
Pemerintah memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaan
mengenai
upaya menjamin keamanan dan keselamatan terhadap
penggunaan
alat, bahan baku serta hasil produksi industri
termasuk
pengangkutannya, dengan memperhatikan pula
keselamatan kerja.
Adapun yang dimaksud dengan pengangkutan adalah
pengangkutan
bahan baku dan hasil produksi industri yang
berbahaya.
Selain itu perlu diawasi pula langkah-langkah
pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup
serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian
sumber
daya alam.
Ayat (3)
Pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan
dan
keselamatan alat, proses dan hasil produksi industri
adalah untuk
menjamin keamanan, dan keselamatan dalam pelaksanaan
tugas
teknis operasional.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Sesuai dengan pengelompokan industri, masing-masing
kelompok
industri hulu atau juga disebut kelompok industri
dasar, kelompok
industri hilir atau umum juga menyebut aneka
industri, dan kelompok
industri kecil, serta dengan memperhatikan misinya,
yakni untuk
pertumbuhan ataupun pemerataan, maka penerapan
teknologi yang
tepat guna dapat berwujud teknologi maju, teknologi
madya atau
teknologi sederhana.
Pengarahan untuk menggunakan teknologi yang tepat
guna
dengan sejauh mungkin menggunakan bahan-bahan dalam
negeri
adalah untuk meningkatkan nilai tambah, memelihara
keseimbangan
antara peningkatan produksi dan kesempatan kerja,
serta pemerataan
pendapatan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Pemerintah membantu pemilihan
perangkat
teknologi industri dari luar negeri adalah pemberian
data informasi
teknologi industri yang menyangkut sumber/asal
teknologi, proses,
lisensi, patent, royalti termasuk jasa dalam menyusun
pejanjian, dan
lain sebagainya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Yang dimaksud dengan desain produk industri adalah
hasil rancangan
suatu barang jadi untuk diproduksi oleh suatu
perusahaan industri. Yang
dimaksud dengan perlindungan hukum, adalah suatu
larangan bagi pihak lain
untuk dengan tanpa hak melakukan peniruan desain
produk industri yang
telah dicipta serta telah terdaftar.
Maksud dari Pasal ini adalah untuk memberikan
rangsangan bagi
terciptanya desain-desain baru.
Pasal 18
Pasal ini dimaksud agar bagi bangsa Indonesia terbuka
kesempatan
seluas-luasnya untuk memiliki keahlian dan pengalaman
menguasai
teknologi dalam perencanaan pendirian industri serta
perancangan dan
pembuatan mesin pabrik dan peralatan industri.
Termasuk dalam pengertian perekayasaan industri
adalah konsultasi
dibidang perekayasaan, perekayasaan konstruksi,
perekayasaan peralatan
dan mesin industri.
Pasal 19
Penetapan standar industri bertujuan, untuk menjamin
serta
meningkatkan mutu hasil industri, untuk normalisasi
penggunaan bahan
baku dan barang, serta untuk rasionalisasi
optimalisasi produksi dan cara
kerja demi tercapainya daya guna sebesar-besarnya.
Dalam penyusunan standar industri tersebut di atas
diikutsertakan
pihak swasta, Kamar Dagang dan Industri Indonesia,
Asosiasi, Balai-balai
Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah, Lembaga Konsumen
dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan dengan proses dalam
standardisasi industri.
Selain untuk kepentingan industri, standardisasi
industri juga perlu
untuk melindungi konsumen.
Pasal 20
Ayat (1)
Pembangunan industri dasar dengan skala besar yang
dilakukan untuk
mengolah langsung sumber daya alam termasuk sumber
energi yang
terdapat di suatu daerah, perlu dimanfaatkan untuk
mendorong
pembangunan cabang-cabang dan jenis-jenis industri
yang saling
mempunyai kaitan, yang selanjutnya dapat dikembangkan
menjadi
kawasan-kawasan industri.
Rangkaian kegiatan pembangunan industri tersebut di
atas pada
gilirannya akan memacu kegiatan pembangunan
sektor-sektor
ekonomi lainnya beserta prasarananya antara lain yang
penting adalah
terminal-terminal pelayanan jasa, daerah pemukiman
baru dan daerah
pertanian baru.
Wilayah yang dikembangkan dengan berpangkal tolak
pada
pembangunan industri dalam rangkaian seperti tersebut
di atas, yang
dipadukan dengan kondisi daerah dalam rangka
mewujudkan kesatuan
ekonomi nasional, merupakan Wilayah Pusat Pertumbuhan
Industri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat,
wajib
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber
daya alam
yang dipergunakan dalam proses industrinya serta
pencegahan
timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup
akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.
Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan
bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat
disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran
tanah, air, dan
udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan
industri. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan
untuk
menanggulanginya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 22
Penyelenggaraan pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri perlu dilakukan dalam batas-batas
kewenangan yang jelas
sehingga pelaksanaannya dapat benar-benar berlangsung
seimbang dan
terpadu dalam kaitannya dengan sektor-sektor ekonomi
lainnya.
Sehubungan dengan itu, masalah penyerahan kewenangan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha
industri tertentu
kepada instansi tertentu dalam lingkungan Pemerintah,
perlu diatur lebih
lanjut secara jelas.
Hal ini penting untuk menghindarkan duplikasi
kewenangan
pengaturan, pembinaan, dan pengembangan bidang usaha
industri di antara
instansi-instansi Pemerintah, dan terutama dalam
upaya untuk mendapatkan
hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pembangunan
industri.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan penyerahan urusan mengenai
bidang usaha industri
tertentu dan penarikannya kembali dalam Pasal ini
adalah terutama
mengenai perizinan yang dilakukan sesuai dengan asas
desentralisasi dalam
rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata,
dinamis dan
bertanggung jawab.
Pasal 24 sampai pasal 32
sumber:
Contoh
kasus pelanggaran undang-undang perindustrian:
Lapindo Sidoarjo Surabaya, Jawa Timur pada Tanggal 28 Mei 2006,
sekitar pukul 22.00, karena terjadinya kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S) di
areal ladang eksplorasi gas Rig TMMJ # 01, di lokasi Banjar Panji perusahaan
PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong,
Kabupaten Sidoarjo. Dimana kebocoran gas tersebut berupa semburan asap
putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut
disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber kelahan warga. Semburan lumpur
panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini belum juga bisa teratasi. Semburan
yang akhirnya membentuk kubangan lumpur panas ini telah memporak-porandakan
sumber-sumber penghidupan warga setempat dan sekitarnya.
Pelanggaran
tersebut masuk ke dalam pasal 21 ayat (1) yang berisi “Perusahaan
industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan
kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta
pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat
usaha dan proses industri yang dilakukan. Dampak negatif dapat berupa gangguan,
kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat
disekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara
termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan
dan pembinaan untuk menanggulanginya”.
Opini:
sebaiknya pemerintah bertindak tegas atas kasus yang dilakukan oleh Lapindo karena dampak dari kasus tersebut sangat merugikan masyarakat sekitar, selain itu juga pihak lapindo harus memberi ganti rugi kepada masyarakat yang menjadi korban, tentunya ganti rugi har