UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14
TAHUN 2001
TENTANG
PATEN
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang
untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau
memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide Inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang yang secara
sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Pemohon adalah pihak yang mengajukan
Permohonan Paten.
5. Permohonan adalah permohonan Paten yang
diajukan kepada Direktorat Jenderal.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai
pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau
pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar
Umum Paten.
7. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan
Intelektual
8. Pemeriksa adalah seseorang yang karena
keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri sebagai pejabat fungsional
Pemeriksa Paten dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap
Permohonan.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan
departemen yang salah satu tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di
bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Paten.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin
oleh Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan
Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk
mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris
Convention for the protection of Industrial Property atau Agreement Establishing
the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal
penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang
juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut
dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris
Convention tersebut
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam jangka
waktu dan syarat tertentu.
14. Hari adalah hari kerja.
BAB II
LINGKUP PATEN
Bagian Pertama
Invensi yang Dapat Diberi Paten
Pasal 2
(1)
Paten diberikan untuk Invensi yang
baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri.
(2)
Suatu Invensi mengandung langkah
inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik
merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya.
(3)
Penilaian bahwa suatu Invensi
merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan
memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah
ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan
dengan Hak Prioritas.
Pasal 3
(1)
Suatu Invensi dianggap baru jika
pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang
diungkapkan sebelumnya.
(2)
Teknologi yang diungkapkan
sebelumnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah teknologi yang telah
diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan
atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli
untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum:
a. Tanggal Penerimaan; atau
b. tanggal prioritas.
(3) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen Permohonan yang diajukan di
Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang
dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal
Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan.
Pasal 4
(1)
Suatu Invensi tidak dianggap telah
diumumkan jika dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal
Penerimaan:
a. Invensi
tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia
atau di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi atau dalam suatu
pameran nasional di Indonesia yang resmi atau diakui sebagai resmi;
b. Invensi
tersebut telah digunakan di Indonesia oleh Inventornya dalam rangka percobaan
dengan tujuan penelitian dan pengembangan.
(2)
Invensi juga tidak dianggap telah
diumumkan apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelumcTanggal
Penerimaan, ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar
kewajiban untukcmenjaga kerahasiaan Invensi tersebut.
Pasal 5
Suatu Invensi dapat diterapkan dalam industri
jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industry sebagaimana yang
diuraikan dalam Permohonan.
Pasal 6
Setiap Invensi berupa produk atau alat yang
baru dan mempunyai nilai kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi,
konstruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten
Sederhana.
Pasal 7
Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:
a. proses atau produk yang pengumuman dan
penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan
dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
c. teori
dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial
untuk memproduksi tanaman atau hewan kecuali proses non-biologis atau proses
mikrobiologis.
Bagian Kedua
Jangka Waktu Paten
Pasal 8
(1)
Paten diberikan untuk jangka waktu
selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu
itu tidak dapat diperpanjang.
(2)
Tanggal mulai dan berakhirnya
jangka waktu Paten dicatat dan diumumkan.
Pasal 9
Paten Sederhana diberikan untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu itu tidak
dapat diperpanjang.
Bagian Ketiga
Subjek Paten
Pasal 10
(1)
Yang berhak memperoleh Paten adalah
Inventor atau yang menerima lebih lanjut hak Inventor yang bersangkutan.
(2)
Jika suatu Invensi dihasilkan oleh
beberapa orang secara bersama-sama, hak atas Invensi tersebut dimiliki secara
bersama-sama oleh para inventor yang bersangkutan.
Pasal 11
Kecuali terbukti lain, yang dianggap sebagai
Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan.
Pasal 12
(1)
Pihak yang berhak memperoleh Paten
atas suatu Invensi yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja adalah pihak yang
memberikan pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan
maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam
pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk
menghasilkan Invensi.
(3)
Inventor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan imbalan yang layak dengan
memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi tersebut.
(4) Imbalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan:
a. dalam jumlah tertentu dan sekaligus;
b. persentase;
c. gabungan antara jumlah tertentu dan
sekaligus dengan hadiah atau bonus;
d. gabungan antara persentase dan hadiah atau
bonus; atau
e. bentuk lain yang disepakati para pihak;
yang besarnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
(5) Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai
cara perhitungan dan penetapan besarnya imbalan, keputusan untuk itu diberikan
oleh Pengadilan Niaga.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) sama sekali tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap
dicantumkan namanya dalam Sertifikat Paten.
Pasal 13
(1)
Dengan tunduk kepada
ketentuan-ketentuan lain dalam Undang-undang ini, pihak yang melaksanakan suatu
Invensi pada saat Invensi yang sama dimohonkan Paten tetap berhak melaksanakan
Invensi tersebut sebagai pemakai terdahulu sekalipun terhadap Invensi yang sama
tersebut kemudian diberi Paten.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) juga berlaku terhadap Permohonan yang diajukan dengan Hak Prioritas.
Pasal 14
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
tidak berlaku apabila pihak yang melaksanakan Invensi sebagai pemakai terdahulu
melakukannya dengan menggunakan pengetahuan tentang Invensi tersebut dari uraian,
gambar, atau keterangan lainnya dari Invensi yang dimohonkan Paten.
Pasal 15
(1)
Pihak yang melaksanakan suatu
Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 hanya dapat diakui sebagai pemakai
terdahulu apabila setelah diberikan Paten terhadap Invensi yang sama, ia
mengajukan permohonan untuk itu kepada Direktorat Jenderal.
(2)
Permohonan pengakuan sebagai
pemakai terdahulu wajib disertai bukti bahwa pelaksanaan Invensi tersebut tidak
dilakukan dengan menggunakan uraian, gambar, contoh, atau keterangan lainnya
dari Invensi yang dimohonkan Paten.
(3)
Pengakuan sebagai pemakai terdahulu
diberikan oleh Direktorat Jenderal dalam bentuk surat keterangan pemakai
terdahulu dengan membayar biaya.
(4)
Surat keterangan pemakai terdahulu
berakhir pada saat yang bersamaan dengan saat berakhirnya Paten atas Invensi
yang sama tersebut.
(5)
Tata cara untuk memperoleh
pengakuan pemakai terdahulu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Pemegang Paten
Pasal 16
(1) Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk
melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal Paten-produk: membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan
untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses
produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Dalam hal Paten-proses, larangan terhadap
pihak lain yang tanpa persetujuannya melakukan impor sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari
penggunaan Paten-proses yang dimilikinya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) apabila pemakaian Paten tersebut untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis sepanjang tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten.
Pasal 17
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam
Pasal 16 ayat (1), Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses
yang diberi Paten di Indonesia.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) apabila pembuatan produk atau penggunaan proses tersebut
hanya layak dilakukan secara regional.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) hanya dapat disetujui oleh Direktorat Jenderal apabila Pemegang Paten telah
mengajukan permohonan tertulis dengan disertai alasan dan bukti yang diberikan
oleh instansi yang berwenang.
(4) Syarat-syarat mengenai pengecualian dan
tata-cara pengajuan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
Untuk pengelolaan kelangsungan berlakunya Paten
dan pencatatan lisensi, Pemegang Paten atau penerima lisensi suatu Paten wajib
membayar biaya tahunan.
Bagian Kelima
Upaya Hukum terhadap Pelanggaran Paten
Pasal 19
Dalam hal suatu produk diimpor ke Indonesia dan
proses untuk membuat produk yang bersangkutan telah dilindungi Paten yang
berdasarkan Undang-undang ini, Pemegang Paten-proses yang bersangkutan berhak atas
dasar ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) melakukan upaya hukum terhadap produk
yang diimpor apabila produk tersebut telah dibuat di Indonesia dengan
menggunakan proses yang dilindungi Paten.
BAB III
PERMOHONAN PATEN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 20
Paten diberikan atas dasar Permohonan.
Pasal 21
Setiap Permohonan hanya dapat diajukan untuk
satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu
kesatuan Invensi.
Pasal 22
Permohonan diajukan dengan membayar biaya
kepada Direktorat Jenderal.
Pasal 23
(1) Apabila Permohonan diajukan oleh Pemohon
yang bukan Inventor, Permohonan tersebut harus disertai
pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup
bahwa ia berhak atas Invensi yang bersangkutan.
(2) Inventor dapat meneliti surat Permohonan
yang diajukan oleh Pemohon yang bukan Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan atas biayanya sendiri dapat meminta salinan dokumen Permohonan
tersebut.
Pasal 24
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal.
(2) Permohonan harus memuat:
a. tanggal, bulan, dan tahun Permohonan;
b. alamat lengkap dan alamat jelas Pemohon;
c. nama lengkap dan kewarganegaraan Inventor;
d. nama dan alamat lengkap Kuasa apabila
Permohonan diajukan melalui Kuasa;
e. surat kuasa khusus, dalam hal Permohonan
diajukan oleh Kuasa;
f. pernyataan permohonan untuk dapat diberi
Paten;
g. judul Invensi;
h. klaim yang terkandung dalam Invensi;
i. deskripsi tentang Invensi, yang secara
lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan Invensi;
j. gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang
diperlukan
k. untuk memperjelas Invensi; dan
l. abstrak Invensi.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara
pengajuan Permohonan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Pasal 25
(1) Permohonan dapat diajukan oleh Pemohon atau
Kuasanya.
(2) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar di Direktorat
Jenderal.
(3) Terhitung sejak tanggal penerimaan
kuasanya, Kuasa wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen
Permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk
dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan
Peraturan Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 26
(1) Permohonan yang diajukan oleh Inventor atau
Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah
Negara Republik Indonesia harus diajukan melalui Kuasanya di Indonesia.
(2) Inventor atau Pemohon sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus menyatakan dan memilih tempat tinggal atau kedudukan hukum
di Indonesia untuk kepentingan Permohonan tersebut.
Bagian Ketiga
Permohonan dengan Hak Prioritas
Pasal 27
(1) Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas
sebagaimana diatur dalam Paris Convention for the Protection of Industrial
Property harus diajukan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak
tanggal penerimaan permohonan Paten yang pertama kali diterima di negara
mana pun yang juga ikut serta dalam konvensi
tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade
Organization.
(2) Dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam
Undang-undang ini mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Permohonan,
Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di
negara yang bersangkutan paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak
tanggal prioritas.
(3) Apabila syarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak dipenuhi, Permohonan tidak dapat diajukan dengan
menggunakan Hak Prioritas.
Pasal 28
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang menggunakan
Hak Prioritas.
(2) Direktorat Jenderal dapat meminta agar
Permohonan yang diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas tersebut dilengkapi:
a. salinan sah surat-surat yang berkaitan
dengan hasil
b. pemeriksaan substantif yang dilakukan
terhadap permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri; salinan sah dokumen
Paten yang telah diberikan sehubungan dengan permohonan Paten yang pertama kali
di luar negeri;
c. salinan sah keputusan mengenai penolakan
atas permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri bilamana permohonan
Paten tersebut ditolak;
d. salinan sah keputusan pembatalan Paten yang
bersangkutan yang pernah dikeluarkan di luar negeri bilamana Paten tersebut
pernah dibatalkan;
e. dokumen lain yang diperlukan untuk
mempermudah penilaian bahwa Invensi yang dimintakan Paten memang merupakan
Invensi baru dan benar-benar mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan
dalam industri.
(3) Penyampaian salinan dokumen-dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disertai tambahan penjelasan secara
terpisah oleh Pemohon.
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan
bukti Hak Prioritas dari Direktorat Jenderal dan Permohonan yang diajukan
dengan Hak Prioritas diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Keempat
Waktu Penerimaan Permohonan
Pasal 30
(1) Tanggal Penerimaan adalah tanggal
Direktorat Jenderal menerima surat Permohonan yang telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, huruf b,
huruf f, huruf h, dan huruf i, serta huruf j jika Permohonan tersebut dilampiri
gambar, serta setelah dibayarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Dalam hal deskripsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2) huruf h dan huruf i ditulis dalam bahasa Inggris,
deskripsi tersebut harus dilengkapi dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia
dan harus disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Tanggal Penerimaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Apabila terjemahan dalam bahasa Indonesia
tidak diserahkan dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Permohonan tersebut dianggap ditarik kembali.
(3) Tanggal Penerimaan dicatat oleh Direktorat
Jenderal.
Pasal 31
Dalam hal terdapat kekurangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2), Tanggal Penerimaan
adalah tanggal diterimanya seluruh persyaratan minimum tersebut oleh Direktorat
Jenderal.
Pasal 32
(1) Apabila ternyata syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 telah dipenuhi, tetapi ketentuanketentuan lain dalam
Pasal 24 belum dipenuhi, Direktorat Jenderal meminta agar kelengkapan tersebut dipenuhi
paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman permintaan
pemenuhan seluruh persyaratan tersebut oleh Direktorat Jenderal.
(2) Berdasarkan alasan yang disetujui oleh
Direktorat Jenderal, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang paling lama 2 (dua) bulan atas permintaan Pemohon.
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya jangka
waktu tersebut dengan ketentuan bahwa Pemohon dikenai biaya.
Pasal 33
Apabila seluruh persyaratan dengan batas jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak dipenuhi, Direktorat Jenderal
memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik
kembali.
Pasal 34
(1) Apabila untuk satu Invensi yang sama
ternyata diajukan lebih dari satu Permohonan oleh Pemohon yang berbeda,
Permohonan yang diajukan pertama yang dapat diterima.
(2) Apabila beberapa Permohonan untuk Invensi
yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan pada tanggal yang sama,
Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada para Pemohon untuk berunding
guna memutuskan Permohonan mana yang diajukan dan menyampaikan hasil keputusan
itu kepada Direktorat Jenderal paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
pengiriman pemberitahuan tersebut.
(3) Apabila tidak tercapai persetujuan atau
keputusan di antara para Pemohon, tidak dimungkinkan dilakukannya perundingan,
atau hasil perundingan tidak disampaikan kepada Direktorat Jenderal dalam waktu
yang ditentukan pada ayat (2), Permohonan itu ditolak dan Direktorat Jenderal
memberitahukan penolakan tersebut secara tertulis kepada para Pemohon.
Bagian Kelima
Perubahan Permohonan
Pasal 35
Permohonan dapat diubah dengan cara mengubah
deskripsi dan/atau klaim dengan ketentuan bahwa perubahan tersebut tidak
memperluas lingkup Invensi yang telah diajukan dalam Permohonan semula.
Pasal 36
(1) Pemohon dapat mengajukan pemecahan
Permohonan semula apabila suatu Permohonan terdiri atas beberapa Invensi yang
tidak merupakan satu kesatuan Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(2) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diajukan secara terpisah dalam satu Permohonan atau lebih
dengan ketentuan bahwa lingkup perlindungan yang dimohonkan dalam setiap Permohonan
tersebut tidak memperluas lingkup perlindungan yang telah diajukan dalam
Permohonan semula.
(3) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diajukan paling lama sebelum Permohonan semula tersebut
diberi keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) atau Pasal 56
ayat (1).
(4) Permohonan pemecahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 24, dianggap diajukan pada tanggal yang sama
dengan Tanggal Penerimaan semula.
(5) Dalam hal Pemohon tidak mengajukan
Permohonan pemecahan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
pemeriksaan substantif atas Permohonan hanya dilakukan terhadap Invensi sebagaimana
dinyatakan dalam urutan klaim yang pertama dalam Permohonan semula.
Pasal 37
Permohonan dapat diubah dari Paten menjadi
Paten Sederhana atau sebaliknya oleh Pemohon dengan tetap memperhatikan
ketentuan dalam Undang-undang ini.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diatur dengan
Keputusan Presiden.
Bagian Keenam
Penarikan Kembali Permohonan
Pasal 39
(1) Permohonan dapat ditarik kembali oleh
Pemohon dengan mengajukannya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan
kembali Permohonan diatur dengan Keputusan Presiden.
Bagian Ketujuh
Larangan Mengajukan Permohonan dan Kewajiban
Menjaga Kerahasiaan
Pasal 40
Selama masih terikat dinas aktif hingga selama
satu tahun sesudah pensiun atau sesudah berhenti karena alasan apa pun dari
Direktorat Jenderal, pegawai Direktorat Jenderal atau orang yang karena
tugasnya bekerja untuk dan atas nama Direktorat Jenderal, dilarang mengajukan
Permohonan, memperoleh Paten, atau dengan cara apa pun memperoleh hak atau
memegang hak yang berkaitan dengan Paten, kecuali apabila pemilikan Paten itu
diperoleh karena pewarisan.
Pasal 41
Terhitung sejak Tanggal Penerimaan, seluruh
aparat Direktorat Jenderal atau orang yang karena tugasnya terkait dengan tugas
Direktorat Jenderal wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan seluruh dokumen Permohonan
sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
BAB IV
PENGUMUMAN DAN PEMERIKSAAN
SUBSTANTIF
Bagian Pertama
Pengumuman Permohonan
Pasal 42
(1) Direktorat Jenderal mengumumkan Permohonan
yang telah memenuhi ketentuan Pasal 24.
(2) Pengumuman dilakukan:
a. dalam hal Paten, segera setelah 18 (delapan
belas) bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera
setelah 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal
prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak
Prioritas; atau
b. dalam hal Paten Sederhana, segera setelah 3
(tiga) bulan sejak Tanggal Penerimaan.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dapat dilakukan lebih awal atas permintaan
Pemohon dengan dikenai biaya.
Pasal 43
(1) Pengumuman dilakukan dengan:
a. menempatkannya dalam Berita Resmi Paten yang
diterbitkan secara berkala oleh Direktorat
Jenderal; dan/atau
b. menempatkannya pada sarana khusus yang
disediakan oleh Direktorat Jenderal yang dengan
mudah serta jelas dapat dilihat oleh
masyarakat.
(2) Tanggal mulai diumumkannya Permohonan
dicatat oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
(1) Pengumuman dilaksanakan selama:
a. 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal
diumumkannya Permohonan Paten;
b. 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
diumumkannya Permohonan Paten Sederhana.
(2) Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan kewarganegaraan Inventor;
b. nama dan alamat lengkap Pemohon dan Kuasa
apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c. judul Invensi;
d. Tanggal Penerimaan; dalam hal Permohonan
diajukan dengan Hak Prioritas, tanggal prioritas,
nomor, dan negara tempat Permohonan yang
pertama kali diajukan;
e. abstrak;
f. klasifikasi Invensi;
g. gambar, jika ada;
h. nomor pengumuman; dan
i. nomor Permohonan.
Pasal 45
(1) Setiap pihak dapat melihat pengumuman
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dan dapat mengajukan
secara tertulis pandangan dan/atau keberatannya
atas Permohonan yang bersangkutan dengan
mencantumkan alasannya.
(2) Dalam hal terdapat pandangan dan/atau
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat
Jenderal segera mengirimkan salinan surat yang
berisikan pandangan dan/atau keberatan tersebut kepada
Pemohon.
(3) Pemohon berhak mengajukan secara tertulis
sanggahan dan penjelasan terhadap pandangan dan/atau
keberatan tersebut kepada Direktorat Jenderal.
(4) Direktorat Jenderal menggunakan pandangan
dan/atau keberatan, sanggahan, dan/atau penjelasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam tahap
pemeriksaan substantif.
Pasal 46
(1) Setelah berkonsultasi dengan instansi
Pemerintah yang tugas dan wewenangnya berkaitan dengan
pertahanan dan keamanan Negara, apabila
diperlukan, Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri
dapat menetapkan untuk tidak mengumumkan
Permohonan apabila menurut pertimbangannya,
pengumuman Invensi tersebut diperkirakan akan
dapat mengganggu atau bertentangan dengan
kepentingan pertahanan keamanan Negara.
(2) Ketetapan untuk tidak mengumumkan
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan
secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada
Pemohon atau Kuasanya.
(3) Konsultasi yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), termasuk
penyampaian informasi mengenai Invensi yang
dimohonkan yang kemudian berakhir dengan ketetapan
tidak diumumkannya Permohonan, tidak dianggap
sebagai pelanggaran kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40
dan Pasal 41.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) tetap mewajibkan instansi Pemerintah yang
bersangkutan beserta aparatnya untuk tetap
menjaga kerahasiaan Invensi dan dokumen Permohonan yang
dikonsultasikan kepadanya terhadap pihak
ketiga.
Pasal 47
(1) Terhadap Permohonan yang tidak diumumkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilakukan
pemeriksaan substantif setelah 6 (enam) bulan
sejak tanggal penetapan Direktorat Jenderal mengenai tidak
diumumkannya Permohonan yang bersangkutan.
(2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak dikenai biaya.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Substantif
Pasal 48
(1) Permohonan pemeriksaan substantif diajukan
secara tertulis kepada Direktorat Jenderal dengan dikenai
biaya.
(2) Tata cara dan syarat-syarat permohonan
pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 49
(1) Permohonan pemeriksaan substantif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) diajukan paling
lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak
Tanggal Penerimaan.
(2) Apabila permohonan pemeriksaan substantif
tidak diajukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau biaya untuk itu tidak
dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.
(3) Direktorat Jenderal memberitahukan secara
tertulis Permohonan yang dianggap ditarik kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
Pemohon atau Kuasanya.
(4) Apabila permohonan pemeriksaan substantif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sebelum
berakhirnya jangka waktu pengumuman yang
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan itu dilakukan
setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman.
(5) Apabila permohonan pemeriksaan substantif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah
berakhirnya jangka waktu pengumuman yang
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), pemeriksaan substantif
dilakukan setelah tanggal diterimanya
permohonan pemeriksaan substantif tersebut.
Pasal 50
(1) Untuk keperluan pemeriksaan substantif,
Direktorat Jenderal dapat meminta bantuan ahli dan/atau
menggunakan fasilitas yang diperlukan dari
instansi Pemerintah terkait atau Pemeriksa Paten dari kantor
Paten negara lain.
(2) Penggunaan bantuan ahli, fasilitas, atau
Pemeriksa Paten dari kantor Paten negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tetap dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 dan Pasal 41.
Pasal 51
(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh
Pemeriksa.
(2) Pemeriksa pada Direktorat Jenderal
berkedudukan sebagai pejabat fungsional yang diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Kepada Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan jenjang dan tunjangan fungsional di
samping hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52
(1) Apabila Pemeriksa melaporkan bahwa Invensi
yang dimintakan Paten terdapat ketidakjelasan atau
kekurangan lain yang dinilai penting,
Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis adanya
ketidakjelasan atau kekurangan tersebut kepada
Pemohon atau Kuasanya guna meminta tanggapan atau
kelengkapan atas kekurangan tersebut.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus jelas dan rinci serta mencantumkan hal yang
dinilai tidak jelas atau kekurangan lain yang
dinilai penting dengan disertai alasan dan acuan yang
digunakan dalam pemeriksaan substantif, berikut
jangka waktu pemenuhannya.
Pasal 53
Apabila setelah pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) Pemohon tidak memberikan
tanggapan, atau tidak memenuhi kelengkapan
persyaratan, atau tidak melakukan perbaikan terhadap
Permohonan yang telah diajukannya dalam waktu
yang telah ditentukan Direktorat Jenderal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2), Permohonan
tersebut dianggap ditarik kembali dan diberitahukan secara
tertulis kepada Pemohon.
Bagian Ketiga
Persetujuan atau Penolakan Permohonan
Pasal 54
Direktorat Jenderal berkewajiban memberikan
keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan:
a. Paten, paling lama 36 (tiga puluh enam)
bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan
pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 atau terhitung sejak berakhirnya
jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (1) apabila permohonan
pemeriksaan itu diajukan sebelum berakhirnya
jangka waktu pengumuman tersebut.
b. Paten Sederhana, paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan sejak Tanggal Penerimaan.
Pasal 55
(1) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang
dilaporkan oleh Pemeriksa menyimpulkan bahwa Invensi
tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 2,
Pasal 3, Pasal 5, dan ketentuan lain dalam Undang-undang
ini, Direktorat Jenderal memberikan Sertifikat
Paten kepada Pemohon atau Kuasanya.
(2) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang
dilaporkan oleh Pemeriksa menyimpulkan bahwa Invensi
tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3,
Pasal 5, Pasal 6, dan ketentuan lain dalam Undang-undang
ini, Direktorat Jenderal memberikan Sertifikat
Paten Sederhana kepada Pemohon atau Kuasanya.
(3) Paten yang telah diberikan dicatat dan
diumumkan, kecuali Paten yang berkaitan dengan pertahanan
dan keamanan Negara.
(4) Direktorat Jenderal dapat memberikan
salinan dokumen Paten kepada pihak yang memerlukannya
dengan membayar biaya, kecuali Paten yang tidak
diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.
Pasal 56
(1) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang
dilaporkan oleh Pemeriksa menunjukkan bahwa Invensi yang
dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5,
Pasal 6, Pasal 35, Pasal 52 ayat (1), Pasal 52
ayat (2), atau yang dikecualikan berdasarkan ketentuan
dalam Pasal 7, Direktorat Jenderal menolak
Permohonan tersebut dan memberitahukan penolakan itu
secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya.
(2) Direktorat Jenderal juga dapat menolak
Permohonan yang dipecah jika pemecahan tersebut memperluas
lingkup Invensi atau diajukan setelah lewat
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2)
atau Pasal 36 ayat (3).
(3) Apabila hasil pemeriksaan substantif yang
dilakukan oleh Pemeriksa menunjukkan bahwa Invensi yang
dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan dalam
Pasal 36 ayat (2), Direktorat Jenderal menolak
sebagian dari Permohonan tersebut dan
memberitahukannya secara tertulis kepada Pemohon atau
Kuasanya.
(4) Surat pemberitahuan penolakan Permohonan
harus dengan jelas mencantumkan alasan dan
pertimbangan yang menjadi dasar penolakan.
Pasal 57
(1) Sertifikat Paten merupakan bukti hak atas
Paten.
(2) Surat penolakan dicatat oleh Direktorat
Jenderal.
Pasal 58
Paten mulai berlaku pada tanggal diberikan
Sertifikat Paten dan berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
Sertifikat Paten, bentuk dan isinya, dan ketentuan lain mengenai
pencatatan serta Permohonan salinan dokumen
Paten diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Permohonan Banding
Pasal 60
(1) Permohonan banding dapat diajukan terhadap
penolakan Permohonan yang berkaitan dengan alasan
dan dasar pertimbangan mengenai hal-hal yang
bersifat substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (1) atau Pasal 56 ayat (3).
(2) Permohonan banding diajukan secara tertulis
oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding
Paten dengan tembusan yang disampaikan kepada
Direktorat Jenderal.
(3) Permohonan banding diajukan dengan
menguraikan secara lengkap keberatan serta alasannya terhadap
penolakan Permohonan sebagai hasil pemeriksaan
substantif.
(4) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
tidak merupakan alasan atau penjelasan baru sehingga
memperluas lingkup Invensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35.
Pasal 61
(1) Permohonan banding diajukan paling lama 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat
pemberitahuan penolakan Permohonan.
(2) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah lewat tanpa adanya permohonan
banding, penolakan Permohonan dianggap diterima
oleh Pemohon.
(3) Dalam hal penolakan Permohonan telah
dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Direktorat Jenderal mencatat dan
mengumumkannya.
Pasal 62
(1) Banding mulai diperiksa oleh Komisi Banding
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerimaan
permohonan banding.
(2) Keputusan Komisi Banding ditetapkan paling
lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal Komisi Banding menerima dan
menyetujui permohonan banding, Direktorat Jenderal wajib
melaksanakan keputusan Komisi Banding.
(4) Dalam hal Komisi Banding menolak permohonan
banding, Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan
gugatan atas keputusan tersebut ke Pengadilan
Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan
tersebut.
(5) Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), hanya dapat diajukan kasasi.
Pasal 63
Tata cara permohonan, pemeriksaan, serta
penyelesaian banding diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
Bagian Kelima
Komisi Banding Paten
Pasal 64
(1) Komisi Banding Paten adalah badan khusus
yang independen dan berada di lingkungan departemen
yang membidangi Hak Kekayaan Intelektual.
(2) Komisi Banding Paten terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap
anggota, dan anggota yang terdiri atas beberapa
ahli di bidang yang diperlukan serta Pemeriksa senior.
(3) Anggota Komisi Banding Paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh
para anggota Komisi Banding Paten.
(5) Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi
Banding Paten membentuk majelis yang berjumlah ganjil
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, satu di
antaranya adalah seorang Pemeriksa senior yang tidak
melakukan pemeriksaan substantif terhadap
Permohonan.
Pasal 65
Susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi
Banding Paten diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
PENGALIHAN DAN LISENSI PATEN
Bagian Pertama
Pengalihan
Pasal 66
(1) Paten dapat beralih atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. perjanjian tertulis; atau
e. sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengalihan Paten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, harus disertai
dokumen asli Paten berikut hak lain yang
berkaitan dengan Paten itu.
(3) Segala bentuk pengalihan Paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan
dengan dikenai biaya.
(4) Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal ini tidak sah dan batal demi hukum.
(5) Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan
Paten diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Pasal 67
(1) Kecuali dalam hal pewarisan, hak sebagai
pemakai terdahulu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
tidak dapat dialihkan.
(2) Pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenai
biaya.
Pasal 68
Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor
untuk tetap dicantumkan nama dan identitasnya dalam Paten
yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Lisensi
Pasal 69
(1) Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi
kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk
melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16.
(2) Kecuali jika diperjanjikan lain, lingkup
Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan
berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia.
Pasal 70
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Paten
tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi
kepada pihak ketiga lainnya untuk melaksanakan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
Pasal 71
(1) Perjanjian Lisensi tidak boleh memuat
ketentuan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat
merugikan perekonomian Indonesia atau memuat
pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa
Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan
teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan
Invensi yang diberi Paten tersebut pada
khususnya.
(2) Permohonan pencatatan perjanjian Lisensi
yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus ditolak oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 72
(1) Perjanjian Lisensi harus dicatat dan
diumumkan dengan dikenai biaya.
(2) Dalam hal perjanjian Lisensi tidak dicatat
di Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perjanjian Lisensi tersebut tidak mempunyai
akibat hukum terhadap pihak ketiga.
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian
Lisensi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Lisensi-wajib
Pasal 74
Lisensi-wajib adalah Lisensi untuk melaksanakan
Paten yang diberikan berdasarkan keputusan Direktorat
Jenderal atas dasar permohonan.
Pasal 75
(1) Setiap pihak dapat mengajukan permohonan
lisensi-wajib kepada Direktorat Jenderal untuk
melaksanakan Paten yang bersangkutan setelah
lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung
sejak tanggal pemberian Paten dengan membayar
biaya.
(2) Permohonan lisensi-wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dengan alasan
bahwa Paten yang bersangkutan tidak
dilaksanakan atau dilaksanakan tidak sepenuhnya di Indonesia oleh
Pemegang Paten.
(3) Permohonan lisensi-wajib dapat pula
diajukan setiap saat setelah Paten diberikan atas alasan bahwa
Paten telah dilaksanakan oleh Pemegang Paten
atau Penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat.
Pasal 76
(1) Selain kebenaran alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2), lisensi-wajib hanya dapat
diberikan apabila:
a. Pemohon dapat menunjukkan bukti yang
meyakinkan bahwa ia:
1. mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
sendiri Paten yang bersangkutan secara penuh;
2. mempunyai sendiri fasilitas untuk
melaksanakan Paten yang bersangkutan dengan secepatnya; dan
3. telah berusaha mengambil langkah-langkah
dalam jangka waktu yang cukup untuk mendapatkan
Lisensi dari Pemegang Paten atas dasar
persyaratan dan kondisi yang wajar, tetapi tidak
memperoleh hasil; dan
b. Direktorat Jenderal berpendapat bahwa Paten
tersebut dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala
ekonomi yang layak dan dapat memberikan manfaat
kepada sebagian besar masyarakat.
(2) Pemeriksaan atas permohonan lisensi-wajib
dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mendengarkan
pula pendapat dari instansi dan pihak-pihak
terkait, serta Pemegang Paten bersangkutan.
(3) Lisensi-wajib diberikan untuk jangka waktu
yang tidak lebih lama daripada jangka waktu perlindungan
Paten.
Pasal 77
Apabila berdasarkan bukti serta pendapat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 Direktorat Jenderal
memperoleh keyakinan bahwa jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) belum cukup
bagi Pemegang Paten untuk melaksanakannya
secara komersial di Indonesia atau dalam lingkup wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2),
Direktorat Jenderal dapat menunda keputusan pemberian
lisensi-wajib tersebut untuk sementara waktu
atau menolaknya.
Pasal 78
(1) Pelaksanaan lisensi-wajib disertai
pembayaran royalti oleh penerima lisensi-wajib kepada Pemegang
Paten.
(2) Besarnya royalti yang harus dibayarkan dan
cara pembayarannya ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.
(3) Penetapan besarnya royalti dilakukan dengan
memperhatikan tata cara yang lazim digunakan dalam
perjanjian Lisensi Paten atau perjanjian lain
yang sejenis.
Pasal 79
Keputusan Direktorat Jenderal mengenai
pemberian lisensi-wajib, memuat hal-hal sebagai berikut:
a. lisensi-wajib bersifat non-eksklusif;
b. alasan pemberian lisensi-wajib;
c. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan
yang diyakini untuk dijadikan dasar pemberian lisensiwajib;
d. jangka waktu lisensi-wajib;
e. besarnya royalti yang harus dibayarkan
penerima lisensi-wajib kepada Pemegang Paten dan cara
pembayarannya;
f. syarat berakhirnya lisensi-wajib dan hal
yang dapat membatalkannya;
g. lisensi-wajib terutama digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pasar di dalam negeri; dan
h. lain-lain yang diperlukan untuk menjaga
kepentingan para pihak yang bersangkutan secara adil.
Pasal 80
(1) Direktorat Jenderal mencatat dan
mengumumkan pemberian lisensi-wajib.
(2) Pelaksanaan lisensi-wajib dianggap sebagai
pelaksanaan Paten.
Pasal 81
Keputusan pemberian lisensi-wajib dilakukan
oleh Direktorat Jenderal paling lama 90 (sembilan puluh) hari
sejak diajukannya permohonan lisensi-wajib yang
bersangkutan.
Pasal 82
(1) Lisensi-wajib dapat pula sewaktu-waktu
dimintakan oleh Pemegang Paten atas alasan bahwa
pelaksanaan Patennya tidak mungkin dapat
dilakukan tanpa melanggar Paten lain yang telah ada.
(2) Permohonan lisensi-wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dipertimbangkan apabila
Paten yang akan dilaksanakan benar-benar
mengandung unsur pembaharuan yang nyata-nyata lebih maju
dari pada Paten yang telah ada tersebut.
(3) Dalam hal lisensi-wajib diajukan atas dasar
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2):
a. Pemegang Paten berhak untuk saling
memberikan Lisensi untuk menggunakan Paten pihak lainnya
berdasarkan persyaratan yang wajar.
b. Penggunaan Paten oleh penerima Lisensi tidak
dapat dialihkan kecuali bila dialihkan bersama-sama
dengan Paten lain.
(4) Untuk pengajuan permohonan lisensi-wajib
kepada Direktorat Jenderal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) berlaku ketentuan Bab V
Bagian Ketiga Undang-undang ini, kecuali ketentuan
mengenai jangka waktu pengajuan permohonan
lisensi-wajib sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (1).
Pasal 83
(1) Atas permohonan Pemegang Paten, Direktorat
Jenderal dapat membatalkan keputusan pemberian
lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Bab V
Bagian Ketiga Undang-undang ini apabila:
a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian
lisensi-wajib tidak ada lagi;
b. penerima lisensi-wajib ternyata tidak
melaksanakan lisensi-wajib tersebut atau tidak melakukan
usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera
melaksanakannya;
c. penerima lisensi-wajib tidak lagi mentaati
syarat dan ketentuan lainnya termasuk pembayaran royalti
yang ditetapkan dalam pemberian lisensi-wajib.
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dicatat dan diumumkan.
Pasal 84
(1) Dalam hal lisensi-wajib berakhir karena selesainya
jangka waktu yang ditetapkan atau karena
pembatalan, penerima lisensi-wajib menyerahkan
kembali lisensi yang diperolehnya.
(2) Direktorat Jenderal mencatat dan
mengumumkan lisensi-wajib yang telah berakhir.
Pasal 85
Berakhirnya lisensi-wajib sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 83 atau Pasal 84 berakibat pulihnya hak
Pemegang atas Paten yang bersangkutan terhitung
sejak tanggal pencatatannya.
Pasal 86
(1) Lisensi-wajib tidak dapat dialihkan,
kecuali karena pewarisan.
(2) Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan
tetap terikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lain
terutama mengenai jangka waktu, dan harus
dilaporkan kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dan
diumumkan.
Pasal 87
Ketentuan lebih lanjut mengenai lisensi-wajib
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PEMBATALAN PATEN
Bagian Pertama
Batal Demi Hukum
Pasal 88
Paten dinyatakan batal demi hukum apabila
Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya
tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan
dalam Undang-undang ini.
Pasal 89
(1) Paten yang batal demi hukum diberitahukan
secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada Pemegang
Paten serta penerima Lisensi dan mulai berlaku
sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
(2) Paten yang dinyatakan batal dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dicatat dan
diumumkan.
Bagian Kedua
Batal atas Permohonan Pemegang Paten
Pasal 90
(1) Paten dapat dibatalkan oleh Direktorat
Jenderal untuk seluruh atau sebagian atas permohonan
Pemegang Paten yang diajukan secara tertulis
kepada Direktorat Jenderal.
(2) Pembatalan Paten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat dilakukan jika penerima Lisensi
tidak memberikan persetujuan secara tertulis
yang dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut.
(3) Keputusan pembatalan Paten diberitahukan
secara tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada penerima
Lisensi.
(4) Keputusan pembatalan Paten karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan
diumumkan.
(5) Pembatalan Paten berlaku sejak tanggal
ditetapkannya keputusan Direktorat Jenderal mengenai
pembatalan tersebut.
Bagian Ketiga
Batal Berdasarkan Gugatan
Pasal 91
(1) Gugatan pembatalan Paten dapat dilakukan
apabila:
a. Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 6, atau Pasal 7
seharusnya tidak diberikan;
b. Paten tersebut sama dengan Paten lain yang
telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi yang
sama berdasarkan Undang-undang ini;
c. pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu
mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam
bentuk dan cara yang merugikan kepentingan
masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
tanggal pemberian lisensi-wajib yang
bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi-wajib
pertama dalam hal diberikan beberapa
lisensi-wajib.
(2) Gugatan pembatalan karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan oleh pihak
ketiga kepada Pemegang Paten melalui Pengadilan
Niaga.
(3) Gugatan pembatalan karena alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan oleh
Pemegang Paten atau penerima Lisensi kepada
Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan
Patennya dibatalkan.
(4) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dapat diajukan oleh jaksa terhadap
Pemegang Paten atau penerima lisensi-wajib
kepada Pengadilan Niaga.
Pasal 92
Jika gugatan pembatalan Paten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 hanya mengenai satu atau
beberapa klaim atau bagian dari klaim,
pembatalan dilakukan hanya terhadap klaim yang pembatalannya
digugat.
Pasal 93
(1) Isi putusan Pengadilan Niaga tentang
pembatalan Paten disampaikan ke Direktorat Jenderal paling lama
14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan.
(2) Direktorat Jenderal mencatat dan
mengumumkan putusan tentang pembatalan Paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 94
Tata cara gugatan sebagaimana dimaksud dalam
Bab XII Undang-undang ini berlaku secara mutatis
mutandis terhadap
Pasal 91 dan Pasal 92.
Bagian Keempat
Akibat Pembatalan Paten
Pasal 95
Pembatalan Paten menghapuskan segala akibat
hukum yang berkaitan dengan Paten dan hal-hal lain yang
berasal dari Paten tersebut.
Pasal 96
Kecuali jika ditentukan lain dalam putusan
Pengadilan Niaga, Paten batal untuk seluruh atau sebagian sejak
tanggal putusan pembatalan tersebut mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Pasal 97
(1) Penerima Lisensi dari Paten yang dibatalkan
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat
(1) huruf b tetap berhak melaksanakan Lisensi
yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian Lisensi.
(2) Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak wajib meneruskan pembayaran royalti yang
seharusnya masih wajib dilakukan kepada
Pemegang Paten yang Patennya dibatalkan, tetapi mengalihkan
pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu
Lisensi yang dimilikinya kepada Pemegang Paten yang berhak.
(3) Dalam hal Pemegang Paten sudah menerima
sekaligus royalti dari penerima Lisensi, Pemegang Paten
tersebut wajib mengembalikan jumlah royalti
yang sesuai dengan sisa jangka waktu penggunaan Lisensi
kepada Pemegang Paten yang berhak.
Pasal 98
(1) Lisensi dari Paten yang dinyatakan batal
oleh sebab-sebab sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 91
ayat (1) huruf b yang diperoleh dengan iktikad
baik, sebelum diajukan gugatan pembatalan atas Paten yang
bersangkutan, tetap berlaku terhadap Paten
lain.
(2) Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tetap berlaku dengan ketentuan bahwa penerima Lisensi
tersebut untuk selanjutnya tetap wajib membayar
royalti kepada Pemegang Paten yang tidak dibatalkan,
yang besarnya sama dengan jumlah yang
dijanjikan sebelumnya kepada Pemegang Paten yang Patennya
dibatalkan.
BAB VII
PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH
Pasal 99
(1) Apabila Pemerintah berpendapat bahwa suatu
Paten di Indonesia sangat penting artinya bagi
pertahanan keamanan Negara dan kebutuhan sangat
mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah
dapat melaksanakan sendiri Paten yang
bersangkutan.
(2) Keputusan untuk melaksanakan sendiri suatu
Paten ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah
Presiden mendengarkan pertimbangan Menteri dan
menteri atau pimpinan instansi yang bertanggung jawab
di bidang terkait.
Pasal 100
(1) Ketentuan Pasal 99 berlaku secara mutatis
mutandis bagi Invensi yang dimohonkan Paten, tetapi tidak
diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46.
(2) Dalam hal Pemerintah tidak atau belum
bermaksud untuk melaksanakan sendiri Paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan Paten
serupa itu hanya dapat dilakukan dengan persetujuan
Pemerintah.
(3) Pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya
tahunan sampai dengan Paten tersebut dapat
dilaksanakan.
Pasal 101
(1) Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan
suatu Paten yang penting artinya bagi pertahanan
keamanan Negara dan bagi kebutuhan sangat
mendesak untuk kepentingan masyarakat, Pemerintah
memberitahukan secara tertulis hal tersebut
kepada Pemegang Paten dengan mencantumkan:
a. Paten yang dimaksudkan disertai nama
Pemegang Paten dan nomornya;
b. alasan;
c. jangka waktu pelaksanaan;
d. hal-hal lain yang dipandang penting.
(2) Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dilakukan
dengan pemberian imbalan yang wajar kepada
Pemegang Paten.
Pasal 102
(1) Keputusan Pemerintah bahwa suatu Paten akan
dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah bersifat final.
(2) Dalam hal Pemegang Paten tidak setuju
terhadap besarnya imbalan yang ditetapkan oleh Pemerintah,
ketidaksetujuan tersebut dapat diajukan dalam
bentuk gugatan kepada Pengadilan Niaga.
(3) Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah.
Pasal 103
Tata cara pelaksanaan Paten oleh Pemerintah
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PATEN SEDERHANA
Pasal 104
Semua ketentuan yang diatur di dalam
Undang-undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Paten
Sederhana, kecuali yang secara tegas tidak
berkaitan dengan Paten Sederhana.
Pasal 105
(1) Paten Sederhana hanya diberikan untuk satu
Invensi.
(2) Permohonan pemeriksaan substantif atas
Paten Sederhana dapat dilakukan bersamaan dengan
pengajuan Permohonan atau paling lama 6 (enam)
bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan dengan
dikenai biaya.
(3) Apabila permohonan pemeriksaan substantif
tidak dilakukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) atau biaya untuk itu tidak
dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.
(4) Terhadap Permohonan Paten Sederhana,
pemeriksaan substantif dilakukan setelah berakhir jangka
waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1) huruf b.
Pasal 106
(1) Paten Sederhana yang diberikan oleh
Direktorat Jenderal dicatat dan diumumkan.
(2) Sebagai bukti hak, kepada Pemegang Paten
Sederhana diberikan Sertifikat Paten Sederhana.
Pasal 107
Paten Sederhana tidak dapat dimintakan
lisensi-wajib.
Pasal 108
Ketentuan lebih lanjut mengenai Paten Sederhana
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PERMOHONAN MELALUI PATENT COOPERATION TREATY
(TRAKTAT KERJA SAMA PATEN)
Pasal 109
(1) Permohonan dapat diajukan melalui Patent
Cooperation Treaty.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB X
ADMINISTRASI PATEN
Pasal 110
Penyelenggaraan administrasi Paten sebagaimana
diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal dengan memperhatikan
kewenangan instansi lain sebagaimana diatur dalam Undangundang
ini.
Pasal 111
Direktorat Jenderal menyelenggarakan
dokumentasi dan pelayanan informasi Paten dengan membentuk
suatu sistem dokumentasi dan jaringan informasi
Paten yang bersifat nasional sehingga mampu
menyediakan informasi seluas mungkin kepada
masyarakat mengenai teknologi yang diberi Paten.
Pasal 112
Dalam melaksanakan administrasi Paten,
Direktorat Jenderal memperoleh pembinaan dari dan bertanggung
jawab kepada Menteri.
BAB XI
B I A Y A
Pasal 113
(1) Semua biaya yang wajib dibayar dalam
Undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat,
jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan
Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan
Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan
yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pasal 114
(1) Pembayaran biaya tahunan untuk pertama kali
harus dilakukan paling lambat setahun terhitung sejak
tanggal pemberian Paten.
(2) Untuk pembayaran tahun-tahun berikutnya,
selama Paten itu berlaku harus dilakukan paling lambat pada
tanggal yang sama dengan tanggal pemberian
Paten atau pencatatan Lisensi yang bersangkutan.
(3) Pembayaran biaya tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak tahun pertama
Permohonan.
Pasal 115
(1) Apabila selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut Pemegang Paten tidak membayar biaya tahunan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 dan Pasal
114, Paten dinyatakan batal demi hukum terhitung sejak
tanggal akhir batas waktu kewajiban pembayaran
untuk tahun ketiga tersebut.
(2) Apabila kewajiban pembayaran biaya tahunan
tersebut berkaitan dengan kewajiban pembayaran biaya
tahunan untuk tahun kedelapan belas dan untuk
tahun-tahun berikutnya tidak dipenuhi, Paten dianggap
batal demi hukum pada akhir batas waktu
kewajiban pembayaran biaya tahunan untuk tahun tersebut.
(3) Batalnya Paten karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat dan
diumumkan.
Pasal 116
(1) Kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 114 ayat (3) dan Pasal 115 ayat (2), atas
keterlambatan pembayaran biaya tahunan dari
batas waktu yang ditentukan dalam Undang-undang ini
dikenai biaya tambahan sebesar 2,5% (dua
setengah perseratus) untuk setiap bulan dari biaya tahunan
pada tahun keterlambatan.
(2) Keterlambatan pembayaran biaya tahunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara
tertulis oleh Direktorat Jenderal kepada
Pemegang Paten yang bersangkutan paling lama 7 (tujuh) hari
setelah lewat batas waktu yang ditentukan.
(3) Tidak diterimanya surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh yang bersangkutan
tidak mengurangi berlakunya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB XII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 117
(1) Jika suatu Paten diberikan kepada pihak
lain selain dari yang berhak berdasarkan Pasal 10, Pasal 11,
dan Pasal 12, pihak yang berhak atas Paten
tersebut dapat menggugat kepada Pengadilan Niaga.
(2) Hak menggugat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan.
(3) Pemberitahuan isi putusan atas gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada para
pihak oleh Pengadilan Niaga paling lama 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
(3) Isi putusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dicatat dan diumumkan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 118
(1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan
Niaga setempat terhadap siapa pun yang dengan
sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diterima apabila produk atau proses itu
terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi
Paten.
(3) Isi putusan Pengadilan Niaga tentang
gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Direktorat Jenderal paling lama 14
(empat belas) hari sejak tanggal putusan diucapkan untuk dicatat
dan diumumkan.
Pasal 119
(1) Dalam hal pemeriksaan gugatan terhadap
Paten-proses, kewajiban pembuktian bahwa suatu produk
tidak dihasilkan dengan menggunakan
Paten-proses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf
b dibebankan kepada pihak tergugat apabila:
a. produk yang dihasilkan melalui Paten-proses
tersebut merupakan produk baru;
b. produk tersebut diduga merupakan hasil dari
Paten-proses dan sekalipun telah dilakukan upaya
pembuktian yang cukup untuk itu, Pemegang Paten
tetap tidak dapat menentukan proses apa yang
digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan berwenang:
a. memerintahkan kepada Pemegang Paten untuk
terlebih dahulu menyampaikan salinan Sertifikat
Paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti
awal yang menjadi dasar gugatannya; dan
b. memerintahkan kepada pihak tergugat untuk
membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak
menggunakan Paten-proses tersebut.
(3) Dalam pemeriksaan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pengadilan wajib
mempertimbangkan kepentingan tergugat untuk
memperoleh perlindungan terhadap rahasia proses yang
telah diuraikannya dalam rangka pembuktian di
persidangan.
Pasal 120
(1) Gugatan didaftarkan kepada Pengadilan Niaga
dengan membayar biaya gugatan.
(2) Dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari setelah pendaftaran gugatan, Pengadilan Niaga
menetapkan hari sidang.
(3) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai
dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak
pendaftaran gugatan.
Pasal 121
(1) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru
sita paling lama 14 (empat belas) hari sebelum sidang
pemeriksaan pertama diselenggarakan.
(2) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling
lambat 180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal
gugatan didaftarkan.
(3) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut harus
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(4) Pengadilan Niaga wajib menyampaikan isi
putusan kepada para pihak yang tidak hadir paling lambat 14
(empat belas) hari sejak putusan diucapkan
dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.
Pasal 122
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 121 ayat (3) hanya dapat
diajukan kasasi.
Pasal 123
(1) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 122 diajukan paling lama 14 (empat belas) hari
setelah tanggal diucapkan atau diterimanya
putusan yang dimohonkan kasasi dengan mendaftarkan kepada
pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
(2) Panitera mendaftarkan permohonan kasasi
pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan
kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani oleh panitera pada tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
(3) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori
kasasi kepada panitera dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak
tanggal permohonan kasasi didaftarkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Panitera wajib memberitahukan permohonan
kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) kepada pihak termohon kasasi paling
lama 2 (dua) hari setelah memori kasasi diterima oleh
panitera.
(5) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra
memori kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari
setelah tanggal termohon kasasi menerima memori
kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
panitera wajib menyampaikan kontra memori
kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 (dua) hari
setelah kontra memori kasasi diterimanya.
(6) Panitera wajib mengirimkan berkas perkara
kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling
lama 7 (tujuh) hari setelah lewat jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas
perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 2
(dua) hari setelah tanggal permohonan kasasi
diterima oleh Mahkamah Agung.
(8) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara
kasasi dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari setelah tanggal berkas perkara
kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(9) Putusan kasasi harus diucapkan paling lama
180 (seratus delapan puluh) hari setelah tanggal berkas
perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(10) Putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (9) yang memuat secara lengkap pertimbangan
hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan
dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(11) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan
isi putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga
paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal
putusan kasasi itu diucapkan.
(12) Juru sita wajib menyampaikan isi putusan
kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (11) kepada
pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama
2 (dua) hari setelah putusan kasasi diterima.
(13) Isi putusan kasasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (11) disampaikan pula kepada Direktorat Jenderal
paling lama 2 (dua) hari sejak isi putusan
kasasi diterima oleh Pengadilan Niaga untuk dicatat dan
diumumkan.
Pasal 124
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 117, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa tersebut melalui Arbitrase atau
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
BAB XIII
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 125
Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan
karena pelaksanaan Paten, Pengadilan Niaga dapat
menerbitkan surat penetapan yang segera dan
efektif untuk:
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Paten dan
hak yang berkaitan dengan Paten, khususnya
mencegah masuknya barang yang diduga melanggar
Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten
ke dalam jalur perdagangan termasuk tindakan
importasi;
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran Paten dan hak yang berkaitan dengan Paten
tersebut guna menghindari terjadinya
penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada pihak yang merasa dirugikan
agar memberikan bukti yang menyatakan bahwa
pihak tersebut memang berhak atas Paten dan hak
yang berkaitan dengan Paten, serta hak
Pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Pasal 126
Dalam hal penetapan sementara tersebut telah
dilakukan, para pihak harus segera diberi tahu mengenai hal
itu, termasuk mengenai hak untuk didengar bagi
pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.
Pasal 127
Dalam hal Pengadilan Niaga menerbitkan
penetapan sementara, Pengadilan Niaga harus memutuskan
apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan
surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
125 dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara tersebut.
Pasal 128
Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak
yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada
pihak yang meminta penetapan sementara atas
segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan tersebut.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 129
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang Hak Kekayaan Intelektual diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Paten.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Paten;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau
badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang Paten berdasarkan aduan sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari
pihak yang terkait sehubungan dengan tindak pidana di
bidang Paten;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan,
catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan
tindak pidana di bidang Paten;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu
yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan
dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan dan barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam
perkara tindak pidana di bidang Paten; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Paten.
(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil
penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan
mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 130
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar hak Pemegang Paten dengan melakukan salah satu
tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 131
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan
melakukan salah satu tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).
Pasal 132
Barangsiapa dengan sengaja tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3),
Pasal 40, dan Pasal 41 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 133
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
130, Pasal 131, dan Pasal 132 merupakan delik aduan.
Pasal 134
Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten,
hakim dapat memerintahkan agar barang-barang hasil
pelanggaran Paten tersebut disita oleh Negara
untuk dimusnahkan.
Pasal 135
Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Bab ini adalah:
a. mengimpor suatu produk farmasi yang
dilindungi Paten di Indonesia dan produk
tersebut telah dimasukkan ke pasar di suatu
negara oleh Pemegang Paten yang
sah dengan syarat produk itu diimpor sesuai
dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku;
b. memproduksi produk farmasi yang dilindungi
Paten di Indonesia dalam jangka
waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya
perlindungan Paten dengan tujuan untuk
proses perizinan kemudian melakukan pemasaran
setelah perlindungan Paten
tersebut berakhir.
sumber:
http://www.kemenkumham.go.id/produk-hukum/undang-undang/157-undang-undang-nomor-14-tahun-2001-tentang-paten
KASUS:
sumber:
http://www.kemenkumham.go.id/produk-hukum/undang-undang/157-undang-undang-nomor-14-tahun-2001-tentang-paten
KASUS:
Apple Ingin
Sertakan Samsung Galaxy S4 dalam Kasus Hak Paten
Smartphone
high-end baru dari Samsung, Galaxy S4, bisa jadi akan disertakan dalan daftar
produk Samsung yang dipermasalahkan oleh Apple dalam kasus hak paten antara
kedua perusahaan tersebut. Karena dianggap melanggar paten yang mereka miliki,
Apple dikabarkan telah meminta persetujuan dari hakim yang menangani kasus hak
paten tersebut untuk menyertakan produk baru tersebut dalam daftar produk
Samsung yang dianggap melanggar paten Apple.
Pihak
Apple sendiri tidak menyebutkan secara pasti paten apa yang dilanggar Samsung
melalui produk Galaxy S4 mereka. Namun, mereka menjelaskan bahwa setelah
melakukan penelitian selama beberapa waktu terhadap produk tersebut, mereka
yakin bahwa produk tersebut melanggar paten yang mereka miliki.
Permintaan
persetujuan hakim untuk menyertakan Galaxy S4 dalam kasus sengketa paten Apple
– Samsung tersebut tentu saja bertolak belakang dari permintaan dari hakim
kepala kasus tersebut beberapa waktu lalu. Sang hakim meminta kedua perusahaan
yang terlibat untuk menyederhanakan jumlah paten dan produk yang disertakan
dalam kasus tersebut menjadi hanya 5 paten dan 10 produk untuk masing-masing
perusahaan per Febuari 2014 mendatang.
Saat
ini, pihak pengadilan sebenarnya sudah membatasi Apple dan Samsung untuk hanya
menyertakan 22 produk “bermasalah” dari pihak lain dalam kasus ini. Apple
sendiri sebenarnya telah memenuhi kuota 22 produk tersebut. Untuk menyertakan
Galaxy S4 dalam kasus ini, Apple mau tidak mau harus mengeluarkan produk
Samsung lain dari daftar tersebut. Namun, mereka masih belum memberikan kabar
produk mana yang akan mereka keluarkan dari daftar tersebut (http://www.jagatreview.com/2013/05/apple-ingin-sertakan-samsung-galaxy-s4-dalam-kasus-hak-paten/)
Jika benar bahwa Samsung telah melanggar hak paten atas
Apple maka kasus tersebut termasuk kasus
pada Pasal 16 yang berisi sebagai berikut:
(1) Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk
melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa
persetujuannya:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan,
menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau
disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten;
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan
proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang
dan tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Dalam hal Paten-proses, larangan terhadap pihak lain
yang tanpa persetujuannya melakukan impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan
Paten-proses yang dimilikinya.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) apabila pemakaian Paten tersebut untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis sepanjang tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pemegang Paten.
Ketentuan pidana yang harus diterima
bagi pelanggar:
Pasal 130
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak
Pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Opini:
Sebaiknya pihak apple menyatakan alasan yang jelas
terhadap kasus yang digugatnya, karena bila alasan pihak apple kurang jelas
gugatan tersebut dapat berbalik kepada apple itu sendiri.